0

Boleh Ku Tukar Hatiku?

Posted by ardianti lestari aris on 07.27
   
Source : www.familytreecounseling.com -
  Aku duduk terdiam di keramaian. Hanya aku, bersama bayanganku yang terlihat sedang memelototi ku, seakan menyerbu dengan pertanyaan tentang mengapa dan apa yang aku lakukan ditempat ini. Atau mungkin saja si bayangan sedang mengejekku, karena aku tidak punya teman. Disekelilingku ribut, banyak orang yang berlalu lalang, ada berkelompok, berdua, atau yang tersenyum sendiri sambil menelpon atau mungkin mendengarkan music, aku juga tidak tahu. Dari kepala ku yang menunduk, ku coba mengangkatnya sedikit, melihat langit yang diterangi cahaya bintang dan bulan. Lalu kembali mensejajarkan kepalaku memandangi orang-orang disekeliling.
      Terlintas dipikiranku bahwa mungkin sangat menyenangkan menjadi salah satu dari mereka,  tertawa, bahagia, bersuka cita dengan teman dan orang yang mereka kasihi. Aku tersenyum, lalu ku katakan, sudahlah bebanku begitu berat, tidak mungkin aku bisa merasakan suka cita seperti itu. Tertawa saja rasanya malas, apalagi berbahagia yang tulus ikhlas dari hati seperti mereka. Lalu, aku menengadah ke langit sambil berharap ….
“Kalau saja aku punya kesempatan untuk melakukan petualangan hati, lalu aku akan singgahkan hatiku ke salah satu dari mereka”
      Cahaya putih menyilaukan pandangan ku, membuat ku sedikit memicingkan mata. Entah makhluk ajaib apa, namun aku merasa sedikit takut. Jangan-jangan aku dijemput malaikat maut. Jujur saja, aku tidak siap masuk neraka. Dibalik cahaya itu, terdengarlah bisikan, yang sangat halus namun masih dapat di tangkap oleh indra pendengaran ku.
“Aku mendengar permintaan mu, aku tidak akan memberimu kesempatan untuk memindahkan hatimu. Tapi, Kamu boleh memilih 5 orang yang berbeda untuk mengunjungi hati mereka, jika kamu suka, tinggallah disana dan aku akan menukar hatimu dengan nya. Namun, hanya hatimu, tidak pikiran mu. ”
“Benarkah?”
“Tentu saja, pilihlah orang pertama.”
“Aku memilih orang yang duduk sendiri sambil tersenyum dengan headset ditelinganya. Kelihatannya senyumnya sangat bahagia dan tenang.”
      Maka  datanglah hatiku ke orang yang kumaksud. Seorang Lelaki yang kurang lebih berusia 20 tahun keatas, yang sedari tadi ku pandangi. Dan tebakan ku benar, dia mendengarkan music. Sejauh ini baik-baik saja, sampai tiba-tiba hatiku merasakan takut yang sangat ketika sebuah sepeda motor yang suaranya ribut melintas di depan pria itu. Si Pria menambah volume musiknya, namun tetap saja, hatiku merasakan takut yang sangat. Lalu lebih ku fokuskan hatiku untuk berkomunikasi dengan otak pria itu yang menympan memori sebenarnya. Benar saja, dia pernah menabrak seorang anak kecil sampai meninggal di tempat. Aku pikir, tidak. Aku tidak akan sanggup menjadi hati pria ini.
      Lalu ku putuskan untuk memindahkan hatiku ke seorang perempuan yang sedang tertawa berbincang sambil tertawa lepas diujung jalan. Kelihatannya perempuan ini pintar dan bahagia. Lalu berpindalah. Di sini terasa kosong. Disini terasa tidak ada apa-apa. Tidak ada kebahagiaan sama sekali. Lalu kenapa perempuan ini bisa tertawa lepas? Apa maksudnya ini? Ku coba lebih memfokuskan hatiku untuk berkomunikasi dengan otak yang menyimpan memori. Perempuan ini hidup sendiri, tidak ada ayah, ibu, saudara, bahkan berasal dari manapun dia tidak tahu. Dia hidup sendiri, berjuang melawan kerasnya hidup sendiri, dari usia 10 tahun sampai sekarang, yang mungkin usianya sudah mencapai 25 tahun. Hanya ada satu orang yang dia percaya. Yah, Cuma ada satu dan itupun mengkhianatinya. Hatiku tidak akan sanggup tinggal disini.
      Lalu ku putuskan untuk pindah ke tempat lain, ke seorang perempuan berjilbab yang terlihat sangat bahagia bercanda dengan teman perempuannya yang lain yang pun berjilbab. Di pelataran mesjid, mungkin sedang melakukan kajian. Ku putuskan untuk pindah kesana, mungkin akan bahagia. Yah dibandingkan dua tadi, disini jauh lebih baik. Sejuk dan tidak menakutkan. Ku pikir, mungkin aku akan menukar hatiku dengan wanita ini. Tapi tentu saja aku ingin memastikan nya dulu. Aku coba berkomunikasi dengan otak yang menyimpan semua memory. Tidak, aku harus segera meninggalkan orang ini. Ada luka besar di hatinya, ada luka yang mungkin jika hatinya adalah hatiku maka mungkin aku sudah lama mati. Dia adalah korban pelecehan seksual sewaktu kecil. Dan sempat berpacaran dan melakukan perzinahan . Ada perasaan bersalah yang sangat amat menyakitkan dipikirannya yang menghancurkan hatinya sewaktu-waktu dia mengingatnya. Tidak, hatiku tidak akan sanggup merasakan beban tersebut.
      Aku masih punya dua kesempatan, oh, mungkin aku hanya harus lebih berhati-hati memilih orang. Aku melihat dengan hati-hati sekelilingku, memastikan wajah bahagia yang tidak dibuat-buat, dan pilihanku jatuh pada seorang lelaki penyemir sepatu yang paruh baya. Aku pikir, jika saja hati orang-orang yang ku singgahi tidak bahagia bahkan ketika berkecukupan, mungkin saja berada di bapak ini, walaupun tidak berharta, akan lebih bahagia. Lalu, singgahlah hatiku disana.
      Sejauh ini, baik-baik saja. Lalu si bapak mengecek kantong bajunya yang lusuh. Ada dua uang 5 ribuan disana. Tanpa instruksi, tanpa komunikasi, mengingat istri dan anaknya dirumah, dan uang 10 ribuan itu, hatiku, malah menangis. Tidak akan sanggup aku tinggal di tubuh bapak ini. Dan aku pergi.
Pilihan terakhirku, jatuh pada diriku sendiri. Aku ingin hatiku hanya berada disana. Di dalam tubuhku, yang biasa saja, dan dengan masalah dan memori yang biasa saja dibandingkan hati-hati lain yang aku singgahi. Hatiku, hanya ingin selamanya berada di dalam badanku, dengan perasaan dan kondisi yang aku sudah hafal betul seperti apa, jadi mudah bagiku untuk menyelesaikannya.
      Dan kembalilah, hatiku ke tempatnya semula. Sekali lagi ku lihat sekelilingku, ke orang-orang yang aku singgahi hatinya, menatapnya tajam satu per satu. Melihat senyum mereka, melihat tawa mereka, melihat suka cita mereka. Lalu, tersenyum dan bangkit dari tempat duduk ku. Lalu hatiku berbisik, yang ditangkap jelas oleh seluruh indra yang dimiliki tubuhku, bahkan mengalahkan arus negative yang dikirim otak ke tubuhku. Hatiku mengatakan “Mungkin, Aku hanya harus banyak bersyukur….”
END



2

API

Posted by ardianti lestari aris on 06.42
Source : Google Image
Malam 6 Februari 2014, Masih saja turun hujan. Hujan itu baik, Hujan itu Indah, namun bagi Sang Api, berada dibawah hujan akan memadamkannya. Api mulai berjalan menuruni tangga-tangga yang akan menghubungkannya dengan dunia luar, dunia yang Api tidak begitu suka. Dunia yang Panas dan akan membuat Api semakin membara. Dunia yang tidak ramah.

Jalanan masih berbau basah, akibat hujan yang hanya lewat, lalu pergi. Menyenangkan melihat hujan yang hanya lewat sebentar. Tapi tidak menyenangkan bekas yang di tinggalkan sang hujan. Menghilangkan bekas hujan, ya dengan membakarnya, menjadikan genangan-genangan airnya menguap lalu hilang. Lalu, Api meningkatkan suhu, membakar, menguapkannya.

Diperjalanan, Api bertemu banyak orang. Melihat banyak wajah yang lebih cerah darinya. Yang lebih bercahaya dari Lampu jalan bahkan daripada Api sekalipun. Iya, wajah-wajah jatuh cinta. Mereka Bintang. Ada sebuah bintang yang berjalan sambil menelpon dan tersenyum penuh cinta. Dan yang paling terang adalah dua bintang ini. Bintang yang selalu Api temui setiap hari. Dua Bintang yang Jatuh cinta pada manusia. Dua Bintang yang selalu menatap dari ketinggian terhadap dua sosok manusia di bumi, tatapan cinta.

Ada percikan api kecil di dalam hati Api. Percikan api kecil yang menyenangkan, menghangatkan, yang tidak membakar. Hanya dengan melihat para bintang jatuh cinta, Percikan itu timbul, tanpa diminta. Ada sedikit  percikan iri, tentang kapan Api bisa menjadi Bintang. Tentang pertanyaan bahwa apakah masih ada kesempatan Api menjadi Bintang? Batin Api berdebat :

“Ah sudahlah, akupun pernah berseri-seri seperti itu. Menunjukkan wajah penuh cinta, tatapan penuh cinta sebelum aku menjadi api lalu membakar semuanya.” Kata sisi hangat sang Api

“Halah, mana pernah. Dari awal cinta mu sudah menyakiti mu. Dari awal kamu memang sudah menjadi Api, menjadi Api yang membakar semua. Kamu tidak pernah sedikitpun menjadi Bintang. Wajah mu berseri dulu juga karena cahaya Api, yang membakar kebahagiaan orang lain. Bukan karena cahaya Bintang” Kata sisi membara sang Api

“Jangan dengarkan, kamu pernah menjadi bintang. Dan pasti akan menjadi bintang lagi nantinya. Hanya perlu jatuh cinta.  Itu saja. Putar roda kehidupan mu dan berusahalah”

“Sudahlah, Lupakan menjadi Bintang. Bekerjalah yang keras, dapatkan uang yang banyak, dan bakar semua yang menghalangi mu. Jatuh cinta itu omong kosong. Kamu Api, dari awal memang ditakdirkan menjadi Api. Api yang membara, Api yang panas.”

Api menggelengkan kepala. Mengakhiri perdebatan yang sepertinya hanya akan di menangkan sisi sang Membara. Diatas langit terlihat Bulan. Bulan sabit yang tersenyum seakan-akan mengatakan bahwa 
“Tenanglah, Aku terus mengawasimu”. Sang Api tersenyum dan membatin “Aku percaya, suatu saat aku akan Kau kirimkan seseorang yang bisa membuatku jadi Bintang. Tidak peduli apakah dulu aku pernah menjadi Bintang atau tidak, tapi, aku benar-benar tidak ingin membakar orang lain lagi. Aku ingin punya wajah yang berseri karena cahaya Bintang. Terima kasih telah mengawasiku dan menjaga ku, Bulan.”

Angin bertiup sepoi-sepoi, meredupkan Api yang membara menjadi Api kecil yang menghangatkan sekitarnya. 

hoW MucH...??

Copyright © 2009 ..My Blog, My Life.. All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.