0

Tuhan, Jadikan Aku Apa Saja Selama Bisa Menolong Mereka

Posted by ardianti lestari aris on 10.09

Pernahkah melihat sebuah fenomena kemudian membuat kalian berfikir dan merasakannya melalui hati? Tuhan, terima kasih. Menciptakan aku sebagai manusia. Mempunyai hati yang tidak hanya berfungsi sebagai organ penting di dalam tubuhku, tapi juga memberiku ‘RASA’ , membuatku merasa lebih manusia. Terimakasih, Tuhan. Memberiku otak, yang menggerakkan badanku, memberiku stimulus untuk memikirkan solusi atas suatu masalah, membuatku merasa lebih manusia.

Pagi ini, dengan semangat yang luar biasa, dan dengan perut kelaparan, aku dan kakak perempuanku Arini pergi ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Seumur hidupku, tidak pernah sebelumnya aku berfikir bahwa aku akan pergi ke tempat seperti itu. Tapi pagi ini, aku melakukannya. Dan ini adalah TPA kota Makassar, jadi jangan membayangkan bahwa tempat ini sempit dan hanya segunung sampah saja yang ada di sana. Tidak, kawan. Sampah dengan bau anyir yang menyengat tidak hanya segunung, tapi bergunung-gunung.

Misi yang kami bawa ke tempat ini adalah mencari dua orang anak yang sebelumnya kami lihat dari foto yang diposting oleh salah seorang kawan di facebook. Dua anak yang berasal dari tempat ini. Tempat Pembuangan Akhir. Dari informasi yang kami dapat, bahwa anak tersebut ingin sekolah. Jadi, kami menyempatkan waktu untuk mencari mereka dengan tujuan mewawancara dan membawa mereka kembali ke sekolah. Karena, tempat yang paling menyenangkan untuk anak kecil adalah SEKOLAH.

Pertama kali aku sampai ke tempat itu, pemandangan dari kota besar yang ramai berubah menjadi bergunung-gunung tinggi sampah. Sepanjang mata memandang hanyalah Sampah. Dan tidak ada tanda-tanda kehidupan manusia di tempat itu. Lalu, kami mulai bertanya-tanya ke warga sekitar TPA mengenai dua anak tersebut. Sembari berdoa dalam hati, Tuhan, Jangan. Jangan ke dalam TPA. Bukan karena aku tidak ingin masuk, tapi rasanya aku tidak siap dan tidak akan tega mendengar bahwa ada kehidupan di sana. Tempat yang menurutku sangat mengerikan untuk sebuah kehidupan. Bahkan untuk orang dewasa sekalipun.

Namun, bagaimanapun, petunjuk tetap mengarah ke dalam TPA. Ke Tumpukan sampah yang menggunung. Awalnya ku piker tidak mungkin ada orang di sana. Namun, kami tetap masuk demi memastikan. Bau sengatan yang luar biasa mulai menyapa hidung kami. Angin bercampur debu yang benar-benar mengganggu pernapasan juga tidak mau kalah menyapa. Panas Terik matahari ikut melengkapi dan membakar kepala kami.

“Kita belok kanan atau kiri?” Kata Arini. Yah, pembelokan yang kami pilih itu yang akan mengantar kami ke balik gunung sampah.

“Kanan” Kataku. Dengan ditemani satu orang volunteer laki-laki SSC Makassar, kami melalui lorong kecil itu dan menaiki gunung sampah yang tinggi. Tanah becek, Bau Busuk, Angin berdebu, lalu ….

Tuhan, Banyak orang disana. Dengan tongkat besi mengais tanah. Dengan karung besar dan pakaian yang lusuh dan kotor. Bergerumul bersama sapi-sapi yang memakan sampah. Tuhan, Mereka manusia. Hatiku tersentak, rasanya ingin menangis. Seumur hidupku, aku tidak pernah membayangkan bahwa akan seperti ini melihat mereka secara langsung. Aku tahu, bahwa mereka ada. Tapi, melihat mereka secara langsung….. Hati ini, benar-benar tersentak, pikiran ini kacau. Mengingat bahwa aku bukanlah siapa-siapa. Aku tidak punya kekuatan apa-apa. Dan aku tidak dapat melakukan  apa-apa untuk menolong. Aku, Aku ingin menangis. Aku, Aku ingin menjadi orang yang kaya raya, Tuhan.

Dalam beberapa langkah, kami melihat seorang anak yang kira-kira berumur 10-12 tahun. Kami mendekati dan menanyakan apakah dia mengenal dua anak yang di foto. Dan dia mengenalnya. Setelah itu, aku iseng bertanya :
“Adek, sekolah dimana?”

“Tidak sekolah kak. Semua anak yang ada di sini tidak ada yang sekolah”

“Mau sekolah tidak?”

Ada beberapa detik lamanya anak itu terdiam, sambil salah tingkah memegang sapi yang sedari tadi mendengar pembicaraan kami. Lalu sambil tersenyum miris, dia berkata …

“Tidak.”

Bukan itu yang sebenarnya. Dia berbohong. Kalau saja dia benar-benar tidak ingin, dia tidak akan butuh waktu untuk berpikir. Dan dia akan langsung menjawab pertanyaan tepat setelah aku bertanya. Tapi dia berfikir, Tuhan. Bahkan untuk menyatakan “ingin bersekolah” saja mereka tidak berani. Padahal hanya sekolah. Hal yang sebagian besar disia-siakan oleh anak seusianya yang sedang bersekolah. Tapi, bagi anak itu, Mimpi bersekolah pun dia tidak berani. Mimpi untuk hanya bersekolah, Tuhan.

Aku tidak tahan lagi. Dan aku tidak melanjutkan pertanyaanku. Sepanjang jalan pulang tidak pernah ku lupakan anak itu. Raut wajahnya ketika menjawab pertanyaanku. Tingkah lakunya ketika memikirkan pertanyaanku. Dan penyesalan kembali timbul di hatiku, atas kelakuan buruk, atas ketidaksyukuran, atas pemikiran negative yang pernah aku lakukan. Dan malam ini, atas akumulasi perasaan hari ini, air mata pun mengalir seiring tulisan ini ku tuliskan


Tuhan, Maafkan aku. Jadikan aku apa saja di masa depan, Tuhan. Apa saja, selama aku dapat melakukan sesuatu untuk menolong mereka, saudara-saudaraku yang kurang beruntung.
TPA Antang Makassar


0 Comments

Posting Komentar

hoW MucH...??

Copyright © 2009 ..My Blog, My Life.. All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.